. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.
Imam Al Ghozali H.Wulakada Mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1434 H/2013
Home » » PAPUA DARI SUDUT PANDANG MEKANISME INTENASIONAL

PAPUA DARI SUDUT PANDANG MEKANISME INTENASIONAL

Written By Berita14 on Senin, 22 Juli 2013 | 14.00

Pasca Perang Dunia II, semua bangsa-bangsa yang belum berpemerintahan sendiri, diharuskan – sesuai semangat pada Piagam PBB/deklarasi universal HAM juga semangat dekolonissasi pada resolusi Majelis Umum PBB No 1514 dan 1541 tahun 1960 – untuk mendapatkan kemerdekaan dan kedaulatan dengan membentuk pemerintahan sendiri. Namun kenyataannya, kemerdekaan bansa-bangsa terjajah tidak diperoleh secara mudah (langsung diberikan), walau ada juga bangsa yang memperoleh kemerdekaanya melalui penyerahan secara langsung (damai).


Kenyataanya, secara garis besar, paling tidak ada dua cara untuk memperoleh kemerdekaan bangsa-bangsa di dunia: Pertama. Melalui pengakuan kedaulatan secara langsung, setelah penjajah berhasil diusir karena kalah perang. Kedua. Melalui mekanisme-mekanisme internasional (cara damai), yakni melalui jalur politik dan jalur hukum. Namun, setelah Perang Dunia II, hampir semua bangsa di dunia memperoleh kemerdekaannya melalui cara kedua ini. Satu-satunya bangsa yang memperoleh kemerdekaan melalui cara pertama, setelah Perang Dunia II adalah Guinea Bisau-Koboverde, setelah front perjuangan pembebasannya berhasil memukul kalah Postugis lewat perang dengan strategi yang disebut Zona Bebas. Tetapi, tentu saat ini, dunia tidak setuju dengan cara-cara perang, dalam Resolusi Majelis Umum PBB No. 2625 tahun 1970 mengatur bahwa setiap negara harus menyelesaikan masalah internasional dengan cara damai.

Seperti sudah disinggung di atas, dunia internasional dalam hal ini PBB, selalu menganjurkan penyelesaian sengketa dengan cara damai, yakni lewat mekanisme-mekanisme internasional, baik memakai jalur politik dan maupun jalur hukum. Jalur politik itu mencakup negosiasi, mediasi atau penyelesaaian dibawah naungan PBB secara langsung. Sedangkan jalur hukum adalah melalui peradilan internasional yang diselenggarakan Mahkama Internasional.

Penyelesaian sengketa dalam perspektif Hukum Internasional (disingkat HI), selalu terjadi antar subyek HI tidakalah terjadi antar yang bukan termasuk dalam subyek HI. Subyek HI atau sering disebut para-pihak, adalah pemegang hak dan kewajiban menurut HI, yakni Negara, Tanah Suci (Vatikan), lembaga-lembaga internasional, pemberontak dan pihak yang bersengketa, dan saat ini Individu juga telah diakui.

Jika terjadi sengketa antar para-pihak atau konflik internasional atau tindak kriminal yang bertaraf internasional maka, persoalan ini bisa dibawa ke Mahkamah Internasional (MI), yang mana MI sendiri terdiri dari: International Court of Justice (ICJ), Mahkamah Peradilan Internasional; dan International Criminal Court (ICC), Mahkamah Pidana/Kriminal Internasional). Yuridiksi ICJ adalah memeriksa dan memutuskan sengketa antar negera, sedangkan wewenang ICC adalah memeriksa dan memutuskan perkara kejahatan serius yang dilakukan oleh individu – misalnya: Genosida (kasus Rwanda dan Bosnia), Aparheit (Afrika Selatan), dan kejahatan kemanusiaan.
Kewenangan ICJ mencakup dua hal yaitu: advisory opinion, kewenangan untuk member pendapat hukum atas persoalan-persoalan HI oleh PBB atau organisasi lainnya; dan compulsory jurisdiction, kewenangan untuk menyelesaikan sengketa hukum antar Negara, menyangkut penafsiran terhadap suatu perjanjian intenasional, atau setiap pertanyaan yang menyangkut HI, atau adanya suatu fakta yang menunjukan pelanggaran atas kewajiban internasional, atau sifat dan jumlah penggantian suatu kerugian sebagai akibat pelanggaran terhadap kewajiban internasional.


Peluang dan Tantangan Kemajuan Di Internasional, Bergantung Dukungan Tanah Air
Dalam konteks persoalan Papua Barat, terlepas dari apakah Pepera 1969 itu berjalan secara demokratis atau tidak, pada kenyataan hukumnya, Papua telah dianggap selesai oleh PBB. Beberapa pandangan dari sudut HI mengatakan bahwa, tantangan-tantangan yang akan kita handapi adalah: PBB selalu mengedepankan penghormatan atas asas kedaulatan Negara; kasus Papua Barat dianggap kadalwarsa (sesuai prisip retroaktif, tidak berlaku surut); Papua Barat bukanlah subyek HI karena belum menjadi Negara; belum ada contoh kasus yang memiliki yurisprudensi mirip/sama dengan kasus Papua, sehingga bisa dijadikan rujukan – sebab salah satu sumber hukum internasional adalah kebiasaan-kebiasaan internasional.

Disamping itu, agar perjuangan kemerdekaan sebuah bangsa mendapat porsi pembicaraan di tingkat internasional maka, gerakan pembebasan/kemerdekaan bangsa tersebut harus memperoleh pengakuan di tingkat internasional. Yakni: Pertama. Bangsa tersebut memiliki dukungan dari Negara tertentu (sebagi wali) yang selalu mempersoalkan kemerdekaan bagsa dimaksud dalam forum-forum iternasional atau memperjuangkannya di PBB; Kedua. Gerakan perjuangan bagsa tersebut diakui sebagai Biligeren, yakni bangsa yang bersengketa dengan pemerintah sebuah Negara, dan sudah diakui sebagai para pihak.

Perjuangan Bangsa Palestina adalah contoh dari praktek Biligeren, melalui Palestina Liberalisation Organisation (PLO), meski belum merdeka penuh, Yaser Arafat (pemimpin PLO) selalu hadir secara resmi dalam Sidang Umum PBB sebagai pemimpin PLO. Perjuangan bangsa Aceh dan Timor Leste (lewat front persatuanya GAM dan CNRT) pun bisa dibilang telah mendapat pengakuan sebagai Biligeren. Syarat-syarat Biligeren antara lain: punya organisasi yang jelas (sebagai paying dan sebuah pemerintahan); punya bendera; punya pemimpin; tujuan jelas (punya UUD); jika punya tentara pembebasan, tentaranya harus mematuhi hukum humaniter (hukum perang), tidak menjadikan rakyat sipil sebagai sasaran, tidak mempraktekkan cara-cara teroris, punya seragam, punya senjata dll.
Selain syarat-syarat tersebut, untuk memperoleh Biligeren sangat ditentukan oleh posisi tawar yang kuat, dan untuk menaikan posisi tawar tersebut, bisa diperoleh lewat perang posisi organisasi perlawanan bangsa tersebut. Misalnya, GAM bisa berunding dengan Pemerintah NKRI karena posisi tawar yang kuat. Menaikan posisi tawar (secara damai) juga bisa diperoleh dengan melakukan pembangkangan sipil, misalnya dengan melakukan mogok nasional secara terus-menerus.

Namun demikian, dunia internasional tidak bisa begitu saja menutup lembaran sejarah hitam bangsa ini, sebab sampai kini rakyat membuktikan resistensinya terhadap semua ketidakadilan itu. Fakta terbaru yang sangat menggembirakan adalah sikap resmi Republik Vanuatu untuk mendukung perjuangan kami, yang tidak terlepas dari kerja keras Tuan Andy Ayamiseba, Tuan Rex Rumaikiek, dan Tuan DR. Otto Ondowame, trio pimpinan WPNCL di Pasifik. Terkait dukungan Vanuatu, Perdanamenterinya, Tuan Edward Natapei, melalui siaran tertulis Radio New Zealand Internasional (23 Juni 2010), sekali lagi menyatakan sikap komitmen dirinya dan Pemerintah serta rakyat-bangsa Vanuatu terhadap nasib rakyat-bangsa Papua Barat.
Dalam wawancara dengan radio tersebut, Natapei menyatakan bertekad mensponsori upaya memasukan isu Papua menjadi agenda pembahasan dalam pertemuan Melanesian Spearhead Group (MSG) dan Pacific Islands Forum (PIF). Juga tekat Pemerintah Vanuatu untuk mengangkat isu Papua di PBB dan agar Papua kembali dibicarakan di UN Decolonisation Committee. Dengan demikian, Vanuatu adalah satu-satunya negara berdaulat yang berani dan resmi mendukung kemerdekaan Papua Barat, setelah Negara-negara Brasavile di Afrika tidak lagi mendukung Papua sejak sekitar tahun 1984.

Apa yang sementara didorong oleh ILWP dan IPWP dengan dimotori diplomat muda Papua, Tuan Benny Wenda, bisa mendapat titik temu yang saling menguatkan. Seperti dijelaskan di atas, ICJ hanya memiliki kewenangan untuk selesaikan sengketa antar Negara maka, untuk membawa masalah ini ke MI, Vanuatu atas nama bagsa Papua bisa mendaftarkannya, sementara para pengacara internasional yang tergabung dalam ILWP adalah pengacara yang mewakili bangsa Papua jika peradilan internasional tersebut digelar.

Peradilan ini akan menguji secara hukum, apakah sah atau tidak sah Papua dianggap bagian dari NKRI. Jika keputusannya bahwa proses integrasi tersebut adalah catat hukum maka, hasil keputusan ini bisa menjadi kekuatan untuk terus mendesak PBB menyelenggarakan sebuah mekanisme penyelesaian yang lebih adil dan memenuhi prinsip demokrasi, misalnya menggelar sebuah referendum. Tetapi, diakhir tulisan ini, perlu ditegaskan bahwa nasib bangsa ini sangat tergantung pada bangsa ini sendiri. Jika kita ingin berdaulat, persatuan dan perjuangan rakyat di tanah airlah factor yang paling menentukan. Viva Rakyat Papua! (kahar/KPP Garda-P)
Share this post :
Tantowi Panghianat???.
Kab. Lembata
Tantowi Panghianat???.
Kab.Alor
Tantowi Panghianat???.
Kab.Flores Timur
 
Di Dukung Oleh : Lembata google Crew | Leuwalang Template | Kaidir Maha
Copyright © 2013. FlorataNews - All Rights Reserved