sumber : http://indocropcircles.wordpress.com
“Pergeseran kekuatan militer AS ke Asia Pasifik bukanlah hal sederhana. Bisa jadi, pada 8 tahun ke depan, “perang” perebutan sumber daya alam dan jalur perdagangan akan beralih ke kawasan ini. Indonesia harus menyiapkan diri untuk menghadapinya.” (Connie Rahakundini Bakrie, Pengamat Pertahanan dan Militer dari Universitas Indonesia)
Rencana Amerika Serikat (AS) menggeser 60
persen kekuatan militernya ke kawasan Asia Pasifik hingga tahun 2020
mendatang, membawa implikasi besar bagi kawasan ini, termasuk Indonesia.
Tahun 2020 itu tidak lama. Dalam 8 tahun
ke depan, Indonesia sudah terkurung oleh pangkalan-pangkalan militer AS.
Apakah kita sudah sepakat sebagai bangsa untuk menyadari dan memahami
persepsi ancaman yang sebenarnya sedang dihadapi?
Connie menilai, pergeseran kekuatan
militer AS ke Asia Pasifik bukanlah hal sederhana. Bisa jadi, pada 8
tahun ke depan, “perang” perebutan sumber daya alam dan jalur
perdagangan akan beralih ke kawasan ini.
Indonesia harus menyiapkan diri untuk menghadapinya. Berikut petikannya:
Bagaimana anda melihat dinamika perkembangan militer AS saat ini?
Kebanyakan dari kita, atau bangsa AS
sendiri, tidak ingin mengakui, bahwa, AS telah mendominasi dunia melalui
kekuasaan militernya. Dengan alasan kerahasiaan negara, warga AS
sendiri sering tidak menyadari bahwa pendudukan pasukan-pasukan AS
sesungguhnya telah mengepung planet bumi ini. Kecuali kawasan Antartika.
Pada Abad-20 ini, yang dimaksud dengan
koloni bisa terjelma dalam berbagai gaya, salah satunya melalui
pangkalan militer yang berada di negara lain. Dengan cara ini, kita bisa
ikuti koloni yang terbentuk dan menyebar ke seantero dunia dan
melahirkan “kekaisaran militer” AS.
Pada perspektif dinamika politik global,
kita bisa menyimak bagaimana kekaisaran militer AS semakin tumbuh menuju
wujudnya tahun 2020 nanti. Saat ini tengah berproses, sejak Presiden
Goerge Walker Bush menetapkannya pada 14 Januari 2004 lalu.
Bisa digambarkan seperti apa ‘Kekaisaran Militer AS’ itu?
Salah satu cara memahaminya, dengan
memahami jumlah dan ukuran dari aspirasi “kekaisaran militer” AS
tersebut. Lebih dari setengah juta tentara formal plus mata-mata yang
terselimuti melalui jejaring lembaga donor, teknisi, guru, serta badan
usaha sudah tersebar membentuk koloni di negara-negara lain.
Air Craft Carrier USS Nimitz
Bukan hanya di darat, juga mendominasi
lautan hingga samudera. Mereka membangun kekuatan Angkatan Laut yang
hebat dengan mencantumkan nama-nama pahlawan mereka pada kapal induknya,
seperti: Kitty Hawk, Constellation, Enterprise, John F. Kennedy,
Nimitz, Dwight D. Eisenhower, Carl Vinson, Theodore Roosevelt, Abraham
Lincoln, George Washington, John C. Stennis, Harry S. Truman, dan Ronald
Reagan.
Selain itu, begitu banyak pangkalan
rahasia dibangun dan difungsikan hanya sekedar untuk memonitor apa yang
dikerjakan masyarakat dunia.
Mereka mampu memonitor apa yang isi
percakapan, surat menyurat baik lewat fax atau pun email antara satu
sama lainnya, termasuk atas warga negara AS sendiri.
Di Okinawa, pulau paling selatan Jepang
yang telah menjadi koloni militer AS selama 58 tahun, terdapat 10
pangkalan korps marinir, termasuk korps marinir Futenma dan stasiun
udara yang menduduki 1,186 Ha di pusat kota.
Selain itu, di Inggris terdapat senilai
US$5 miliar instalasi miliiter dan mata-mata AS yang disamarkan sebagai
pangkalan Royal Air Force.
Sebenarnya berapa jumlah pangkalan militer AS di luar negaranya?Diyakini jumlah pangkalan militer AS di luar negaranya jumlahnya telah mencapai lebih dari 1,000 pangkalan di negara berbeda. Bahkan, Pentagon sekalipun mungkin tidak tahu secara pasti jumlah setiap penghuninya.
Data resmi dari Departement of Defence
(DoD) pada laporan struktur tahun fiskal 2003 menyebut, Pentagon
memiliki 702 pangkalan di luar negeri di 130 negara. Jumlah itu, belum
termasuk 6.000 pangkalan di wilayah AS sendiri.
Pada pangkalannya di luar negeri, jumlah
tentara AS yang tak berseragam mencapai 253,288 personel. Mereka juga
mempekerjakan 44,446 orang lainnya sebagai staff tambahan lokal yang
disewa.
Pentagon mengklaim, pangkalannya mencakup 44,870 barracks, hangars, rumah sakit, dan bangunan lain yang dibeli atau disewa sebanyak lebih dari 4,844 bangunan.
Lantas bagaimana?
Gambaran itu membawa kita pada kesadaran
bahwa sebenarnya hanya sedikit sekali ruang yang ditinggalkan di planet
bumi ini yang tidak terisi oleh kekuatan militer AS. Dan ruang kosong
itu, adalah kawasan kita, wilayah Indonesia terus menuju arah bawah
melalui Samudera Hindia ke arah Antartika.
Bagaimana anda melihat kaitan kondisi ini dengan reformasi TNI?
Sejak reformasi 1998, pembangunan
profesionalisme TNI masih menemui banyak hambatan. Tekad kuat TNI untuk
menjadi militer profesional yang berfungsi sebagai alat pertahanan
negara, tidak serta-merta bisa diwujudkan.
Militer perlu dukungan sipil atas persoalan alokasi “anggaran” dalam rangka mengatasi berbagai ancaman yang timbul.
Yang perlu kita ingat, kabinet
pemerintahan bisa saja silih berganti, tetapi road map pertahanan jangka
panjang adalah sesuatu yang harus diisi dengan komitmen tinggi seluruh
elemen bangsa untuk memenuhinya.
Apakah penyebab hambatan pembangunan profesionalisme TNI?
Bila kita realistis dan berpikir kritis,
sampai hari ini, ketidaksepakatan di kalangan pemimpin sipil mengenai
beberapa konsep kebijakan pertahanan keamanan negara menjadi penyebab
inkonsistensi dan terhambatnya muncul regulasi yang diperlukan.
Persoalan bertambah kompleks, ketika munculnya wacana bahwa demokrasi dan militer adalah 2 hal yang tak dapat disatukan.
Disadari atau tidak, jika virus berpikir bahwa demokrasi dan militer adalah 2 hal yang tak dapat disatukan, dan sengaja disebarkan secara sistematis. Akhirnya akan membuat sipil semakin tidak memahami fungsi militer untuk kepentingan eksistensi negara.
Seolah-olah, militer tidak dibutuhkan
lagi dalam negara berdemokrasi. Padahal, pembangunan demokrasi sebuah
negara sangat butuh “pengawal”. Peran militer dalam menjaga
demokratisasi di sebuah negara yang berdaulat, sangat penting.
Pandangan anda soal pertentangan militer dan demokrasi itu?
Militer dan demokrasi bukanlah sesuatu
yang bertentangan. Lihat saja AS. Sebagai negara yang mengklaim paling
berdemokrasi di muka bumi, faktanya memiliki militer yang paling kuat di
dunia.
Bukan hanya di dalam negeri, tapi tumbuh
berkembang, bak kecambah di musim hujan menjadi koloni-koloni di
berbagai belahan bumi. Militer hadir sebagai komponen inti untuk menjaga
kedaulatan negara.
Tak terbayangkan apa yang akan terjadi di masa datang jika Indonesia tidak segera memperkuat TNI untuk menghadapi “perang” perebutan sumber daya alam dan jalur perdagangan.
Ingat, Indonesia adalah jantung maritim Asia dan bisa menghindar dari dampak langsung dan tidak langsung serta harus dihadapi.
Mengapa militer AS bisa begitu mendominasi dunia?
Karena instalasi pangkalan militernya di
luar negeri membawa keuntungan tak terkirakan untuk kemajuan industri
usaha dan ekonomi sipil mereka. Mulai dari desain pembuatan senjata
untuk angkatan bersenjata, pakaian untuk tentara berseragam dan pasukan
tidak berseragam yang tercatat ada 253,288 personil berikut keluarganya
yang belum termasuk didalamnya, stok makanan dan bisnis fasilitas
liburan bagi tentara.
Hampir sebagian besar sektor ekonomi AS sebenarnya mengandalkan militer untuk target penjualannya.
Satu contoh kecil, misalnya terhadap pangkalan militer AS di Irak. Untuk pangkalan itu, DoD harus memesan extra ration of cruise missiles dan depleted-uranium armor-piercing tank shells.
Selain itu, DoD juga mengakuisisi sebanyak 273,000 botol sunblock yang dianggap sama pentingnya seperti rudal bagi para tentaranya disana.
Belum lagi DoD harus menyediakan biaya binatu, dapur, surat menyurat dan pengiriman barang, serta cleaning services
yang telah dikontrak militer dari perusahaan swasta, juga menjadi
bagian dari kegiatan membangun dan mengembangkan sektor ekonomi AS.
Diketahui, sepertiga dari dana US$ 30
miliar tambahan yang dianggarkan untuk perang Irak, habis untuk service
layananan bagi kenyamanan tentara AS.
Dengan begitu, keberadaan mereka di
front-front perang tampak sama seperti kehidupan di rumah ala Hollywood.
Selain itu pengamanan juga dilakukan melalui sub-kontrak pada private military companies seperti Brown & Root, DynCorp, dan the Vinnell Corporation.
Artinya, AS memberikan tingkat kesejahteraan yang tinggi bagi prajurit militernya?
The Washington Post pernah
mengkritisi kondisi yang terjadi di Fallujah, bagian barat Baghdad.
Bagaimana pelayan-pelayan berkemeja putih bercelana hitam dan berdasi
kupu-kupu bertugas setiap malamnya melayani makan malam untuk petugas
dari 82nd Airborne Division.
Pangkalan Anaconda, kantor pusat divisi
brigade ke-3 dan infanteri ke-4 yang bertugas menjadi ‘polisi’ sepanjang
1.500 mil persegi di wilayah Irak, ke Utara Bagdad, hingga Samarra,
menempati area besar seluas 25 kilometer persegi dan penyediaan
perumahan untuk sebanyak 20.000 pasukan.
Untuk keperluan spritual, misionaris bagi
militer AS, mereka dilayani perusahaan penerbangan sendiri. Tentara AS
juga dilayani perusahaan penerbangan dengan armada untuk penerbangan
jarak jauh sehingga mampu menyambungkan langsung post dari Greenland
hingga Australia.
Bagaimana dengan kita?
Wah, anda bisa bayangkan sendiri. Betapa
jauhnya dengan cara kita memperlakukan personil militer. Untuk
melaksanakan tugas negara pun kadang harus berutang hanya sekadar untuk
membeli obat nyamuk di warung setempat.
Atau harus terdampar di pulau terluar menjaga perbatasan dengan segala fasilitas yang sangat terbatas dan minim.
Asia Pasifik jadi target ekspansi AS selanjutnya, bagaimana anda melihatnya?
Perkembangan terkini kekaisaran militer AS, bisa disimak dari pernyataan Menteri Pertahanan, Panetta yang menyatakan bahwa 60 persen kekuatan militer AS akan pindah ke kawasan Asia Pasifik mulai 2012 hingga 2020.
Reposisi pangkalan tersebut ada dibawah kendali dan tanggung jawab Andy Hoehn, Wakil Menhan AS untuk bidang strategi.
Hoen dan dan rekan-rekannya mengatur
tahapan implementasi akan apa yang disebut Goerge Bush dulu sebagai
strategi perang pencegahan terhadap “persatuan negara-negara merah dan orang-orang jahat”.
Negara-negara “persatuan orang-orang jahat” ini oleh AS telah diidentifikasikan sebagai “busur ketidakstabilan” yang tersebar dari mulai daerah Andes di Colombia terus ke arah Afrika Utara dan kemudian menyapu negeri negeri seberang Timur Tengah, hingga termasuk Filipina dan Indonesia.
Jadi, perang terhadap terorisme adalah
sebagian kecil dari alasan untuk semua strategisasi militer AS di
belahan dunia. Yang sebenarnya adalah untuk membangun cincin baru dari
Pangkalan militer sepanjang khatulistiwa guna memperluas kekaisaran
militer AS dalam mendominasi dunia.
Kebijakan pertahanan yang seperti apa, bagi Indonesia menyikapi kondisi ini?
Arah kebijakan pertahanan negara Indonesia saat ini telah berubah dari threat based planing ke capabilities based planning.
Itu sudah ditetapkan. Soalnya kemudian, apakah kita sudah sepakat
sebagai bangsa untuk memahami persepsi ancaman yang sebenarnya sedang
dihadapi dalam waktu dekat, sebagai dampak tersebarnya 60 persen
kekuatan militer AS ke kawasan ini.
Persis sama seperti saat Irak akan digempur melalui persiapan Operation of Enduring Freedom, dimana saat ini Indonesia sama juga “sudah terkurung” seperti Irak, oleh pangkalan-pangkalan AS sejak titik di Diego Garcia, Christmas Island, Cocos Island, Darwin, Guam, Philippina, terus berputar hingga ke Malaysia, Singapore, Vietnam hingga kepulauan Andaman dan Nicobar beserta sejumlah tempat lainnya.
Dengan kondisi ini, jelas sekali, tidak
tersedia waktu banyak bagi elite Indonesia untuk segera mereposisi arah
kebijakan luar negeri dan pertahanan Indonesia yang lebih tegas,
strategis dalam menyikapi perubahan konstalasi politik di kawasan.
Indonesia juga harus memperkuat TNI
sebagai aktor pertahanan yang tugas utamanya adalah untuk melindungi
segenap wilayah kedaulatan termasuk kekayaan dan kesejahteraan
penduduknya.
Apa yang paling mendesak untuk dilakukan?
Persoalan yang paling mendesak dan
menjadi kewajiban sipil adalah perumusan dan penyusunan landasan serta
kerangka hukum yang mengatur peran dan posisi TNI dalam konteks tugasnya
sebagai garda terdepan bangsa untuk menjalankan misi pertahanannya.
Kondisi hari ini, TNI terbentuk menjadi
tentara yang ditekankan hanya pada kemampuan stabilisasi dan
rekonstruksi, tetapi tidak sebagai tentara profesional yang memiliki
kemampuan outward looking defences seperti bagaimana seharusnya.
Keberhasilan pembangunan landasan hukum
ini, sebenarnya sangat terkait dengan visi politik dan visi transformasi
militer untuk membangun kekuatan berdasarkan threat dan capabilities yang seharusnya dimiliki oleh kalangan sipil penentu kebijakan pertahanan.
Konstalasi politik keamanan kawasan telah berubah signifikan dan ancaman telah muncul mengikuti trend geopolitik yang berjalan. Kebijakan luar negeri Indonesia harus di re-shaping dalam cita-cita kita membangun keseimbangan regional yang merupakan tugas terbesar kita.
Semakin cepat terjawab, semakin baik. Sehingga kita tahu TNI seperti apa yang harus dipersiapkan untuk mengantisipasinya.
Pendapat anda, apa yang paling penting dalam membangun profesionalitas TNI?
Hal yang terpenting bukan semata
persoalan mana Alutsista yang perlu diganti dan mana yang masih layak
pakai. Lebih dari itu, dalam membangun TNI yang profesional dan
berwibawa di mata internasional, diperlukan sebuah grand strategy and design
atas postur TNI. Postur TNI yang ideal untuk menghadapi segala bentuk
ancaman yang segera akan terbentang di kawasan ini dalam 8 tahun
mendatang.
Meski dengan kemampuan Indonesia saat ini, komposisi ideal sulit diwujudkan dalam kenyataan. Namun tanpa standar ideal, kita tidak akan pernah tahu kemana tujuan negara ini 100 atau 200 tahun yang akan datang. Bagaimana TNI yang kita cintai harus dibangun untuk itu.
Bagaimanapun juga, standar ideal sangat
dibutuhkan sebagai panduan dalam mencapai cita-cita pembangunan akan
postur TNI yang kuat, berwibawa, mumpuni dan profesional dalam
menghadapi ancaman-ancaman atas kedaulatan kita sebagai bangsa yang kaya
dan besar. (berbagai sumber)